Negara Dalam Krisis Representasi | Repelita Online
Konsolidasi pelembagaan demokrasi Indonesia melalui pemilihan umum (Pemilu) tidak kunjung menemukan jalan keluar
RUU Pemilu masih berkutat pada lima isu krusial seperti ambang batas parlemen, ambang batas presiden, alokasi kursi dan besaran daerah pemilihan, sistem pemilu, dan metode konversi suara.
Di sisi lain, terlihat sekali partai politik hanya menawarkan pertimbangan rasional jangka pendek demi merebut suara dan menguntungkan secara elektoral. Ideologi dan platform politik tidak lagi menjadi pijakan utama dalam berkontestasi dan bernegoisasi.
Situasi di atas memberi pertanda kuat bahwa RUU Pemilu menunda logika dominasi kedaulatan rakyat, yang sejatinya memiliki hak dan kompetensi untuk melaksanakan kekuasaan atau memimpin. Hal ini terjadi karena hak politik rakyat diserahkan sepenuhnya kepada representasi partai politik di parlemen.
âPada sisi ektrem lainnya, perilaku representasi rakyat di parlemen lebih mementingkan posisi kekuasaan. Pada titik inilah kami menilai telah terjadi krisis representasi pada sistem kenegaraan,â kata Anggota Presidium GMNI, Fariz Rifqi Ihsan, dalam keterangan persnya.
Krisis representasi juga ditandai dengan demokrasi disensus sebagai antitesis dari kecenderungan berlebihan terdapat demokrasi konsensus. Perbedaan antara âakuâ (rakyat) dan âpihak lainâ (partai politik) tidak sepenuhnya dapat direduksi dan dijembatani.
Dia merujuk hasil survei Lembaga Survei Indonesia 2015-2016 di mana terlihat penurunan tingkat kepuasaan rakyat terhadap parlemen sebesar 11 persen. Kondisi ini akan menciptakan kebuntuan saluran politik antara rakyat dengan negara, serta fragmentasi politik yang sangat tinggi pada rakyat akibat kurangnya kesadaran politik rakyat.
Kebuntuan saluran politik dan tingginya fragmentasi sosial akan makin melemahkan negara dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terbukti dari berbagai masalah yang muncul ke permukaan seperti kesenjangan sosial, terorisme, kriminalitas juga SARA.
âHal terpenting dalam sebuah kebijakan politik legislatif adalah menumbuhkembangkan kemandirian rakyat Indonesia, dan bukan menjadikan rakyat hanya sebagai objek dan komoditas politik. Saatnya para wakil di parlemen segera menuntaskan polemik RUU Pemilu serta melihat langsung permasalahan pokok rakyat dan memperjuangkannya sepenuh hati,â ujar Fariz.
Pihaknya berharap krisis representasi dapat diselesaikan dengan menjembatani rakyat dan negara untuk memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai cita-cita luhur UUD 1945 dan Pancasila.
âPastinya, harapan Bung Karno tentang sosio demokrasi yaitu tentang demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dapat terwujud,â pungkas Fariz. [ald] rmol
*Repelita Online merupakan wadah untuk menyalurkan ide/gagasan/opini/aspirasi warga. Setiap opini/berita yang terbit di Repelita Online yang merupakan kiriman dari penulis merupakan tanggung jawab dari Penulis.
Join @Repelita Channel on Telegram
from Dunia Viral Vedia http://ift.tt/2tAPrLa
0 Response to "Negara Dalam Krisis Representasi | Repelita Online"
Posting Komentar